PERKEMBANGAN METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN
Sesuai dengan tujuannya, research atau penelitian, dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Suatu research, khususnya dalam ilmu-ilmu Pengetahuan empirik, pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Menemukan berarti berusaha mendapatkan sesuatu untuk mengisi kekosongan atau kekurangan (research eksploratif). Mengembangkan berarti memperluas dan menggali lebih dalam apa yang sudah ada (research pengembangan, developmental research) ; sedang menguji kebenaran dilakukan jika sudah ada, masih atau menjadi keraguan kebenarannya (research ferifikasi).

Suatu penelitian mungkin dilakukan hanya sampai pada taraf deskriptif. Mungkin saja sampai pada taraf inferensial. Pada taraf deskriftif, orang hanya semata-mata melukiskan keadaan obyek atau peristiwanya tanpa suatu maksud untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum. Sebaliknya dalam penelitian, yang dilakukan sampai taraf inferensial, orang tidak hanya berhenti pada taraf melukiskan, melainkan dengan keyakinan tertentu mengambil kesimpulan-kesimpulan umum dari bahan-bahan obyek persoalannya. Kesimpulan-kesimpulan semacam inilah yamgh nantinya diharapkan dapat dijadikan dasar-dasar deduksi untuk menghadapi persoalan-persoalan husus atau tindakan-tindakan praktis tentang kejadian-kejadian tertentu.
ESENSI BERFIKIR ILMIAH
Ilmu poengetahuan berawal pada kekaguman manusia akan alam yang dihadapinya baik alam besar (macro cosmos), atau alam kecil (micro cosmos). Manusia sebagai animal rational dibekali sebagai hasrat ingin tahu. Sifat ingin tahu manusia telah dapat disaksikan sejak manusia masih kanak-kanak.
Pertanyaan-pertanyaan seperti "ini apa?", "itu apa?" telah keluar dari mulut kanak-kanak. Kemudian timbul pertanyaan "mengapa begini?", "Mengapa begitu?", dan selanjutnya bertujuan menjadi pertanyaan semacam "bagaimana hal itu terjadi?", "bagaimana memecahkannya?" dan sebagainya. Bentuk-bentuk pertanyaan seperti diatas itu juga telah diketemukan sepanjang sejarah manusia. Manusia berusaha mencari jawaban atas berbagai pertanyaan itu, dari dorongan ingin tahu manusia berusaha mendapatkan pengetahuan mengenai hal yang dipertanyakan. Di dalam sejarah perkembangan pikir manusia, ternyata yang dikejar adalah esensi pengetahuan yang benar atau secara singkat disebut kebenaran.
Hasrat ingin tahu manusia terpuasklan kalau dia memperoleh pengetahuan mengenai hal yang dipertanyakan dan pengetahuan yang di inginkannya adalah pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar atau kebenaran memang secaara inheren dapat dicapai manusia, baik melalui non ilmiah maupun ilmiah.
Pendekatan ilmiah menuntut dilakukannya cara-cara atau langkah-langkah tertentu dengan perurutan tertentu agar dapat tercapai pengetahuan yang benar. Namun tidak semua orang melewati praktek pendekatan ilmiah itu untuk sampai kepada pengetahuan yang benar mengenai hal yang dipertanyakan. Bahkan dikalangamn masyarakat banyak pendekatan-pendekatan non ilmiah. Inilah yang banyak terjadi.
JOHN DEWEY telah memberikan garis-garis besar dari apa yang disebut berfikir ilmiah dalam lima taraf yang kemudian KELLEY melengkapi taraf berfikir ilmiah DEWEY dengan satu taraf lagi sehingga menjadi enam taraf, yaitu :
1. The felt of data. Dalam taraf permulaan orang merasakan suatu kesulitan untuk menyesuaikan alat dengan tujuannya. Untuk menemukan ciri-ciri suatu obyek, atau untuk menerangkan suatu kejadian yang tidak di duga-duga.
2. The Problem. Menyadari masalah atau persoalannya seorang pemikir ilmiah dalam langkah selanjutnya berusaha menegaskan persoalannya itu dalam rumusan masalah (problem statement).
3. The hipothesis. Langkah yang ketiga adalah mengajukan kemungkinan pemecahannya atau mencoba menerangkannya. Ini boleh didasarkan atas terkaan-terkaan, kesimpulan-kesimpulan yang sangat sementara, teori-teori, kesan-kesan umum, atau atas dasar apapun yang masih belum dipandang sebagai konklusi yang final.
4. Collection of data as avidence. Selanjutnya bahan-bahan, informasi-informasi atau bukti-bukti dikumpulkan dan melalui pengolahan-pengolahan yang logik mulai diuji sesuatu gagasan beserta implikasi-implikasinya.
5. Concluding belief. Bertitik tolak dari bukti-bukti yang sudah diolah, suatu gagasan yang semula mungkin diterima, mungkin juga ditolak. Dengan jalan analisa yang terkontrol (eksperimental) terhadap hipotesa-hipotesa yang diajukan disusunlah suatu keyakinan sebagai konklusi.
6. General value of the conclution. Ini merupakan taraf tambahan dari KELLEY. Ahirnya jika suatu pemecahan telah dipandang tepat, maka disimpulkan implikasi-implikasinya untuk masa depan. Ini biasa disebut refleksi yang bertujuan untuk menilai pemecahan-pemecahan baru dari segi-segi kebutuhan-kebutuhan masa mendatang. Pertanyaan yang ingin dijawab disini adalah "Kemudian apa yang harus dilakukan?" ini kerapkali dikemukakan pada taraf yang terahir dalam taraf pemecahan suatu masalah.
PERKEMBANGAN METODOLOGI PENELITIAN.
Metodologi Penelitian sebagaimana kita kenal sekarang memberikan garis-garis yang sangat cermat dan mengajukan sarat-sarat yang sangat keras. Maksudnya adalah untuk menjaga agar pengetahuan yang dicapai dari suatu penelitian dapat mempunyai harga ilmiah yang setinggi-tingginya.
Proses untuk mencapai taraf seperti sekarng ini telah memakan waktu yang sangat panjang dan melewati beberapa tingkatan. RUMMEL mengklasifikasikan taraf perkembangan metodologi penelitian kedalam empat periode yaitu: (1) periode trial and error; (2) periode authority and tradition; (3) periode speculation and argumentation; dan (4) periode hypothesis and experimentation.
Dalam periode trial and error, Dimana ilmu pengetahuan masih dalam keadaan embrional, orang tidak menggunakan dalil-dalil deduksi yang logik sebagaimana diperlukan untuk menyusun suatu ilmu pengetahuan. Sebaliknya, yang mencoba sekali lagi dan mencoba sekali lagi sampai dijumpai suatu pemecahan yang dipandang memuaskan.
Kebanyakan problematika sendiri tidak dibatasi dengan jelas. Tata kerja dan cara-cara pemecahannya masih dicari-cari sambil berjalan. Dan observasi-observasi yang dilakukan sifatnya sangat sederhana dan kwalitatif. Kemajuan setapak demi setapak sukar dipastikan karena memang rencana untuk maju setapak demi setaoak secara pasti belum ditentukan sebelumnya. Jika ada rencana yang pasti, rencana itu adalah mencoba dan nasih mencoba lagi.
Dalam periode yang kedua, periode authority and tradition, pendapat-pendapat dari "pemimpin-pemimpin" dimasa yang lampau selalu dikutip kembali. Pendapat-pendapat itu dijadikan doktrin yang harus diikuti dengan tertib tanpa sesuatu kritik. Tidak jarang pendapat-pendapat itu tidak benar atau picik. Namun karena dikemukakan oleh pemimpin dan diucapkan dengan penuh keyakinan dan semangat, maka orang awam harus menganggap pendapat itu sebagai kebenaran. The master always says the truth. Karena itu jika ada ketidakcocokan antara kenyataan atau fikiran seseorang dengan pendapat sang pemimpin, maka pernyataan itu harus di sulap, dan fikiran itu harus difikirkan kembali, salah satu contohnya adalah lahirnya dunia copernicus pada tahun 1543. di sekitar abad ke 16 kaum cerdik pandai di eropa adalah orang-prang yesuit, dan mereka ini tidak merasa senang dengan ilmu-ilmu pengetahuan baru yang tidak bersumber pada mereka. Ketika dunia copernicus yaitu teori bahwa dunia bukanlah pusat dari alam semesta melainkan hanya suatu satelit saja dari matahari di terbitkan, dengan serta merta kaum yesuit yang menjadi penguasa (authority) pada waktu itu menolak keras. Menurut ajaran kaum yesuit dunia adalah pusat dari alam semesta, surga ada disekitarnya, dan bintang-bintang adalah sinar-sinar kerohanian. Namun dengan dipelopori oleh ketabahan dan keuletan oleh Galileo dan dilanjutkan oleh Kepler, Drahe, Newton, Laplace, dan lain-lain ahli perbintangan maka akhirnya terputuslah belenggu rantai baja yang menahan kemajuan ilmu pengetahuan dalam berabad-abad. Para cerdik pandai menjadi percaya akan kebenaran sistem copernicus.
Tradisi dalam kehidupan manusia memang memegang peranan yang sangat penting, sampai pada saat sekarangpun masih banyak kenyataan yang bersumber pada tradisi. Para petani, yang menerangkan bahwa ia menggilir tanamannya secara teratur dari mussim kemusim karena nenek moyang mereka berbuat begitu, menunjukkan betapa tradisi telah menguasai cara berfikir dan cara kerja seseorang sampai bilangan abad lamanya. Akan tetapi mempercayai tradisi karena tradisi, dan mempercayai tradisi karena kebenarannya adalah tingkat kepercayaan yang berbeda secara kualitatif.
Dalam periode ketiga yaitu periode speculation and argumentation, doktrin-doktrin yang disodorkan dengan penuh semangat dan nkeyakinan oleh tokoh-tokoh penguasa mulai diragukan. Dengan ketajaman dialektika dan ketangkasan bicara orang mulai berkelompok-kelompok berdiskusi dan debat untuk mencari kebenaran. Spekulasi dilawan denga spekulasi dan argumentasi dilawan dengan argumentasi. Kita catat misalnya betapa teori Darwin tentang natural selectian dan the survival of tha fittest menimbulkan argumentasi yang sangat tajam dan berlarut-larut dengan masing-masing pihak mengajukan alasan-alasan yang berbeda.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada taraf ini sangat menderita karena orang terlalu mendewakan akal dan ketangkasan lidahnya, seolah-olah satu-satunya kebenaran adalah apa yang dapat dicapai oleh akal (fikir) dan ucapan semata-mata sama sekali dapat dilepaskan dari kenyataannya. Ini sangat berbeda dengan periode berikutnya dimana orang mulai memberi tempat sepatutnya kepada empiri dan memadukan jalan-jalan berfikir yang deduktif dan induktif.
Dengan dasar fikiran bahwa semua peristiwa dialam semesta ini dikuasai oleh tata-tata dan mengikuti pola-pola tertentu, dalam periode yang ke 4, yaitu periode hipothesis and experimentation, orang mulai berusaha sekeras-kerasnya untuk mencari rangkaian pola-pola itu untuk menerangkan suatu kejadian. Mula-mula orang menggunakan ketajaman pikirannya untuk membuat dugaan-dugaan (hipotesa-hipotesa), kemudian ia mengumpulkan fakta-fakta dan dari fakta-fakta itulah ditarik kesimpulan-kesimpulan umum yang menguasai fakta-fakta itu. Sudah dapat dipastikan bahwa kesimpulan-kesimpulan itu tidak selalu cocok dengan dugaan-dugaan semula. Analisa dilakukan dengan sangat hati-hati, cermat, dan tajam terhadap fakta-fakta yang diperoleh dari eksperimentasi, dokumen sejarah, observasi-observasi biasa, dan sebagainya. Umumnya orang menggunakan alat-alat pengukuran yang teliti, mempermainkan simbol-simbol yang dapat diperlukan secara matematik. Dan dengan konsepsi-konsepsi yangt matang dicobanya menginterpretasi dan menarik konklusi-konklusi yang cermat. Syarat-syarat yang biasanya diajukan adalah:
1. penyelidik harus kompeten dalam arti secara tehnik menguasai dan mampu menyelenggarakan penelitian secara ilmiah.
2. penyelidik harus obyektif dalam arti tidak mencampur adukkan pendapat pribadi dan kenyataan.
3. penyelidik harus jujur dalam arti mengendalikan diri untuk tidak menyelundupkan keinginan-keinginan sendiri di dalam fakya-fakta.
4. penyelidik harus faktual dalam arti tidak bekerja tanpa fakta-fakta.
5. penyelidik harus terbuka dalam arti bersedia memberikan bukti-bukti atau memberi kesempatan kepada orang lain untuk menguji kebenaran dan daripada proses dan atau hasil penyelidikannya.
Periodesasi perkembangan metodologi seperti yang dikemukakan diatas belumlah merata disemua negara, bahkan disuatu negarapun yang tegas terpisah taraf-tarafnya tanpa overlapping tidak dengan mudah dapat diamati. Keadaan semacam itu deapat dipahami karena perkembangan tidak selalu berjalan tidak berkembang secara serempak.
RELEFANSI METODE PENELITIAN BAGI KAUM AKADEMIK
Telah umum di ketahui, bahwa Perguruan Tinggi di Indonesia mengemban tiga dharma (Tri Dharma Perguruan Tinggi) atau tugas, yaitu (a) tugas pendidikan, (b) tugas penelitian, dan (c) tugas pengabdian kepada masyarakat. Tenaga pengajar, sebagai unsur utama dalam kegiatan akedemik di kampus, juga mengemban ketiga tugas itu sekaligus, karena itu adalah merupakan hal sangat perlu bahwa setiap tenaha pengajar selalu berusaha meningkatkan kemampuan dan ketrmpilannya dalam melaksanakan ketiga tugas tersebut, sejalan denan perkembangan ilmu, perkenbangan tekhnologi serta kebutuhan yang di hadapinya.
Dalam usaha meningkatkan suasana Akedemik di kampus serta dalam upaya memadahi penyajian pengalaman belajar yang menumbuhkan sikap kemampuan, dan keterampilan meneliti pada mahasiswa, metedologi penelitian merupakan hal yang esensial. Setiap mata kuliah di harapkan dapat menimbulkan kegairahan meneliti setiap mata kuliah di samping mengembangkan penguasaan materi mata kuliah di harapkan juga dapat memberikan pengalaman belajar yang menumbuhkan sikap, kemampuan, dan ketrampilan meneliti dalam rangka yang demikian itu penguasaan tenaga pengajar dan mahasiswa terhadap metedologi penielitian merupakan conditiosine qua non. Dengan penguasaan yang mantap terhadap terhadap metodologi penelitian diharapkan tenaga pengajar dapat menyisipkan metode-metode penelitian serta hal-hal yang berkaitan dengan penelitian dalam bidang yang sedang diajarkannya.
PENUTUP
Demikianlah beberapa hal yang melatarbelakangi metodologi telah dibeberkan secara singkat, barangkali suatu gambaran kasar telah kita dapat ambil tentang apa yang membayangi manusia dalam hidupnya sehari-hari apa yang menjadi tujuan utama dari suatu penelitian ilmiah, bagaimana perkembangan metodologi recearch dari dulu sampai sekarang, apa yang menjadi unsur-unsur hakiki berfikir reflektif dan bagaimana proses-proses esensial ilmiah memiliki garis-garis yang sejajar dengan proses-proses berfikir reflektif itu.
Demikian makalah ini kami buat, tentunya sebagai manusia biasa, kekurangan dan kehilafan adalah hiasan fitrah yang tidak bisa dihindari. Maka segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan
Prof. Drs. Sutrisni Hadi, M.A. Metodologi Research, PT. Andi Offset Yogyakarta, Jilid I, Cet. I, Hlm, 4
Ibid, hlm 3
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, PT Raja Grafindo jakarta, Ed. 1, Cet. 13, hlm. 3
Prof. Drs. Sutrisni Hadi, M.A. Metodologi Research, PT. Andi Offset Yogyakarta, Jilid I, Cet. I, Hlm, 7.
Ibid. hlm. 6

Comments

Popular posts from this blog

TEMBANG AQOID SEKET

LPM BURSA INISNU